Kamis, 16 April 2015



PENGUJIAN TANAH MOLLISOL
(LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN TANAMAN PANGAN)






Disusun Oleh:

Hedi Ryanto               (361441311015)

        










PROGRAM STUDI D-IV AGRIBISNIS
POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI
2015



BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem, Brunize4m, Rendzina, dll. Tanah mollisol merupakan tanah yang memiliki unsur hara kapur dalam tekstur tanah terebut, tanah mollisol dapat digunakan untuk memanam tanaman yang umurnya tahunan  jika untuk tanaman musiman tidak cocok karena tanahnya tidak gembur atau humus dan tanah tersebut sangat sulit perairannya karena tanah mollisol keberadaannya di perbukitan kapur.
Tanah basah adalah tanah yang masih mempunyai unsur air walaupun hanya sedikit, tanah basah masih bisa ditanami tanaman namun untuk tanah basah mollisol tidak semua tanaman yang bisa hidup. larutan tanah ini sangat tidak cocok untuk dijadikan sawah karena tanah basah mollisol oksigen yang ada didalamnya sedikit dan tidak dapat menghasilkan tanaman yang maksimal. Tanam basah mollisol sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Jika tanah basah mollisol mempunyai banyak unsur haranya tetap tidak bisa digunakan untuk tanaman musim karena tanah tersebut tanah yang padas.
1.2    Rumusan Masalah
1.      Berapa berat tannah basah dan tanah kering ?
2.      Menganalisa struktur tanah mollisol
1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui berat tanah basah dan tanah kering.
2.      Untuk mengetahui struktur tanah mollisol.
1.4    Manfaat
1.      Mahasiswa dapat mengetahui Berat suatu tanah mollisol basah dan tanah mollisol kering.
2.      Mahasiswa dapat mengetahui struktur tanah mollisol.
1.5 Tempat dan Waktu
1.5.1 Tempat        : Kawasan bukit kapur Watudodol Banyuwangi       
      1.5.2  Waktu         : 15.00-16.00 WIB


1.6    Alat dan Bahan
1.6.1  Alat
1.        Plastik
2.        Kaleng Susu
3.        Timbangan Digital
4.        Tungku
5.        Cangkul
6.        Wajan
1.6.2  Bahan
1.        Sampel Mollisol basah
2.        Sampel Mollisol kering



















BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Konversi lahan gambut ke lahan pertanian khususnya perkebunan seperti Kelapa Sawit terus berlangsung. Segera setelah lahan gambut dibuka, lahan akan mengalami penyusutan (subsidence) yang pada akhirnya akan berakibat pada perubahan kelas dalam klasifikasi tanah. Penelitian ini telah dilakukan di Perkebunan Kelapa Sawit PT Agromuko, Muko muko, Bengkulu dari bulan Agustus – Desember 2008. Delapan profil dan 85 lubang bor didiskripsi, diambil contoh tanahnya, dan dianalisis untuk menentukan sifat-sifat tanahnya. Data hasil analisis sifat-sifat tanah sebelumnya (tahun 1989) dibandingkan dengan data hasil analisis sifat-sifat tanah saat ini (tahun 2008) untuk mengetahui perubahan sifat-sifat tanah yang terjadi selama lahan dipakai untuk perkebunan kelapa sawit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam masa pertumbuhan kelapa sawit (20 tahun) areal lahan Histosol menyusut dari 1.870 ha pada tahun 1989 menjadi 992 ha pada tahun 2008. Ini menunjukkan bahwa 972 ha Histosol telah berubah kelas menjadi Entisols karena penyusutan ketebalan gambut. Perubahan kelas tanah ini terjadi diareal yang berbatasan dengan garis pantai, dimana kedalaman gambut relatif dangkal (Prawito, 2009).
Interpretasi citra satelit landsat-TM dengan menggunakan pendugaan citra transformasi, dapat mengidentifikasi kelebahan tanah dengan tingkat akurasi 57,14% dan untuk tekstur tanah sebesar 42,85%. Karakteristik lahan pada sub-DAS Cikapundung Huli dikategorikan cukup sesusai (S2) untuk pengembangan tanaman kina dengan luasan area sebesar 68,69% ha (Suriadikusumah dan Pratama, 2010). Inokulasi mikrobia pelarut fosfat dan azotobacter tidak menunjukkan adanya interaksi yang nyata terhadap variabel tinggi tanaman, berat kering tanaman, sarapan N dan P dan berat total biji kedelai. Interaksi secara nyata terhadap pada variabel ketersediaan N dan P tanah dan berat 100 biji kedelai. Perlakuan Inokulasi mikrobia pelarut fosfat 15 mL inokulan tanaman1 dan azotobacter 6,75 x 106 sel inokulasi tanaman1 dapat meningkatkan ketersediaan N dan P masing-masing sebesar 14,49% dan 62,21%. Sedangkan peningkatan bobot 100 biji kedelai tertinggi sebesar 22,90% dicapai pada Inokulasi mikrobia pelarut fosfat 5 mL inokulasi tanaman azotobacter 6,75 x 106 sel inokulasi tanaman ( Hasanudin, 2002).
Kandungah mineral pada lahan bekas tambang nikel menunjukkan variasi yang cukup signifikan. Kondisi pH tanah yang masam, kandungan Ni(II) dan mineral ikutan lainnya yang berada pada golongan yang sama dengan Ni(II) masih menunjukkan konsentrasi yang tinggi dalam artian apabila lahan tersebut dikembangkan untuk pertanian maka akan menjadi faktor pembatas dan kemungkinan menjadi hambatan dalam proses berproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan bahan organik,bakteri pelarut fosfat dan bakteri pereduksi logam dalam merehabilitasi lahan bekas penambangan nikel PT Inco Sorowako, dilaksanakan pada Agustus 2011 - April 2012 di Akademi Teknik Industri Makassar dan Universitas hasanuddin. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Petak-Petak Terpisah. Bahan organik sebagai petak utama, bakteri pelarut fospat sebagai anak petak dan bakteri pereduksi logam sebagai anak-anak petak. Bahan organik 400 g/polybag (19 ton/ha), Bacillus megaterium 2x106 sel/ml dengan dosis 20 ml/tanaman dan Pseudomonas aeruginosa 2x106 sel/ml, mampu meningkatkan fospat tersedia 42,355%, mengurangi konsentrasi Ni(II) 25,83%,meningkatkan pH tanah 4,19 menjadi 7,5 (44,13%) dan memberikan peningkatan berat biji tanaman sebesar 100% ( Sariwahyuni, 2012).
Pemanfaatan lahan pasir pantai Samas untuk pertanian telah dimulai sejak tahun 1986 dan terus mengalami perluasan. Perlakuan utama yang diterapkan untuk memperbaiki sifat tanah di lahan tersebut adalah penambahan tanah lempung dan pupuk kandang dengan dosis sesuai anjuran berdasarkan penelitian terdahulu (Partoyo, 2005). Sumberdaya alam (lahan) menjadi salah satu tumpuan. Hasil kejenuhan basa (KB) tanah masuk kelas tinggi hingga sangat tinggi yang berarti tanah masih kaya unsur basah, namun dengan rasio Ca/Mg/K yang tidak ideal. Kandungan Ca (Kalsium) rendah hingga sangat tinggi, Mg (Magnesium) termasuk dalam kelas rendah hingga tinggi. Sedangkan unsur K (Kalium) dan Na (Natrium) berada di kelas sangat rendah hingga rendah. Rendahnya unsur K harus menjadi perhatian utama karena unsur ini meruakan hara esensial yang diperlukan dalam jumlah oleh banyak tanaman. Sedangkan unsur kandungan Na justru menguntungkan meskipun kadang fungsinya pada tanaman tertentu dapat menggantikan peran K atau meningkatkan ketersediaan kalium (Supriyadi, 2009).











BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1    Hasil
3.1.1 Pengujian tanah Mollisol
NO
NAMA
VOLUME
SATUAN
1
Tanah mollisol basah
543,5
Gr
2
Tanah mollisol kering
517,5
Gr
3
Oplong susu
38,5
Gr

Tabel perbadingan antara tanah basah dan tanah kering mollisol, diketahui berat basah tanah mollisol seberat 543,5 gr sedangkan berat kering setelah dilakukan pengeringan selama 1 minggu menjadi 517,5. Dapat diketahui bahwa penyusutan volume tanah sebesar 26 gr.
3.2  Pembahasan
Penelitian yang kami lakukan mengenai tanah mollisol mempunyai berat basah sebesar 543,5gr dan setelah kami keringkan selama 7 Hari menggunakan media sinar matahari dan kami lakukan penegerikan tahap akhir menggunakan media pemanasan dalam tungku kompor mengalami penurunan sebesar 26 gr, sehingga tanah mollisol memiliki berat kering sebanyak 517,5 gr. Tanah Mollisol biasanya ditemukan didaerah bukit kapur, dapat ditemukan pada kedalaman 18cm diatas permukaan tanah.
Tanah Mollisol cocok ditanami tanaman sejenis Trembesi, Sengon, Kelapa sawit dan sejenis tanaman yang bersifat tahunan. Tanah ini tidak cocok untuk ditanami tanaman semusim karena tidak mempunyai unsur hara yang sangat banyak dan tanah ini teksturnya padas sehingga petani jarang menggunakan tanah mollisol. Pengukuran tanah ini menggunakan timbangan digital dan omplong susu untuk wadah tanah tersebut.
Konversi lahan gambut ke lahan pertanian khususnya perkebunan seperti Kelapa Sawit terus berlangsung. Segera setelah lahan gambut dibuka, lahan akan mengalami penyusutan (subsidence) yang pada akhirnya akan berakibat pada perubahan kelas dalam klasifikasi tanah. Penelitian ini telah dilakukan di Perkebunan Kelapa Sawit PT Agromuko, Muko muko, Bengkulu dari bulan Agustus – Desember 2008. Delapan profil dan 85 lubang bor didiskripsi, diambil contoh tanahnya, dan dianalisis untuk menentukan sifat-sifat tanahnya. Data hasil analisis sifat-sifat tanah sebelumnya (tahun 1989) dibandingkan dengan data hasil analisis sifat-sifat tanah saat ini (tahun 2008) untuk mengetahui perubahan sifat-sifat tanah yang terjadi selama lahan dipakai untuk perkebunan kelapa sawit (Prawito, 2009).
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
            Tanah basah mollisol yang kami timbang mempunyai berat 543,5 gram dan warna agak putih kesoklatan karena tanah ini merupakan tanah kapur sehingga tanah tersebut unsur haranya sedikit. Tanah kering mollisol mempunyai berat 517,5 gram dan warna berubah agak kecoklatan disebabkan oleh proses penyangraian.
Setruktur tanah mollisol ini merupakan tanah padas. Tanah yang termasuk Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem, Brunize4m, Rendzina, dll.

4.1   Saran
Seharusnya penelitian dilakukan secara detail dan peneliti menguasai tentang materi yang di laporkan, agar peneliti dapat menguasai tentang materi sebaiknya sebelum melakukan penelitian di berikan buku tinjauan.



















DAFTAR PUSTAKA

Partoyo. 2005. Analisis indeks kualitas tanah pertanian di lahan pasir pantai Samas Yogyakarta. Jurnal Ilmu Pertanian. 12(2): 140-151.
                             
Supriyadi S. 2009. Status unsur-unsur basa (Ca2+, Mg2+, K+, and Na+) di lahan kering Madura. Jurnah Agrovigor. 2(1): 35-41.

Hasanudin. 2002. Peningkatan kesuburan tanah dan hasil kedelai akibat inokulasi mikrobia
pelarut fosfat azotobacter pada ultisol. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 4(2):
97-103.

Prawit P. 2009. Dampak penyusutan gembut terhadap taxok tanah di perkebunan kelapa sawit
di Bengkulu. Jurnal Akta Agrosia. 12(1): 28-34.

Sariwahyuni. 2012. Rehabilitasi lahan bekas tambang PT. Incosorowako dengan bahan organik, bakteri pelarut fosfat dan bakteri pereduksi nikel. Jurnal Riset Industri. 6(2):
149-155.

Suriadikusumah A, Pratama A. 2010. Penetapan kelembaban, tekstur tanah dan kesesuaian lahan untuk tanaman kina (Chinchona spp.) di sub Das Cikapudung hulu melalui citra satelit landsat-TM image. Jurnal Agrikultura. 21(1): 85-92. 



















LAMPIRAN
Gambar 1. Tanah Mollisol Basah                         Gambar 2. Tanah Mollisol Kering