PENGUJIAN TANAH MOLLISOL
(LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN
TANAMAN PANGAN)
Disusun Oleh:
Hedi Ryanto (361441311015)
PROGRAM
STUDI D-IV AGRIBISNIS
POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah
yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18
cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%,
kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras
bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis yang berarti lunak. Padanan
dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem, Brunize4m,
Rendzina, dll. Tanah mollisol merupakan tanah yang memiliki unsur hara kapur dalam tekstur
tanah terebut, tanah mollisol dapat digunakan untuk memanam tanaman yang
umurnya tahunan jika untuk tanaman
musiman tidak cocok karena tanahnya tidak gembur atau humus dan tanah tersebut
sangat sulit perairannya karena tanah mollisol keberadaannya di perbukitan
kapur.
Tanah basah adalah tanah yang masih mempunyai unsur air
walaupun hanya sedikit, tanah basah masih bisa ditanami tanaman namun untuk
tanah basah mollisol tidak semua tanaman yang bisa hidup. larutan tanah ini
sangat tidak cocok untuk dijadikan sawah karena tanah basah mollisol oksigen
yang ada didalamnya sedikit dan tidak dapat menghasilkan tanaman yang maksimal.
Tanam basah mollisol sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Jika tanah basah mollisol mempunyai banyak unsur haranya tetap tidak
bisa digunakan untuk tanaman musim karena tanah tersebut tanah yang padas.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Berapa berat tannah basah dan tanah
kering ?
2.
Menganalisa struktur tanah mollisol
1.3 Tujuan
1.
Untuk
mengetahui berat
tanah basah dan tanah kering.
2.
Untuk
mengetahui
struktur tanah mollisol.
1.4 Manfaat
1.
Mahasiswa
dapat mengetahui Berat
suatu tanah mollisol basah dan tanah mollisol kering.
2.
Mahasiswa
dapat mengetahui struktur
tanah mollisol.
1.5 Tempat dan Waktu
1.5.1 Tempat :
Kawasan bukit kapur Watudodol Banyuwangi
1.5.2 Waktu :
15.00-16.00 WIB
1.6 Alat dan Bahan
1.6.1 Alat
1.
Plastik
2.
Kaleng Susu
3.
Timbangan Digital
4.
Tungku
5.
Cangkul
6.
Wajan
1.6.2 Bahan
1.
Sampel Mollisol basah
2.
Sampel Mollisol kering
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Konversi lahan gambut ke lahan
pertanian khususnya perkebunan seperti Kelapa Sawit terus berlangsung. Segera
setelah lahan gambut dibuka, lahan akan mengalami penyusutan (subsidence)
yang pada akhirnya akan berakibat pada perubahan kelas dalam klasifikasi tanah.
Penelitian ini telah dilakukan di Perkebunan Kelapa Sawit PT Agromuko, Muko muko,
Bengkulu dari bulan Agustus – Desember 2008. Delapan profil dan 85 lubang bor didiskripsi,
diambil contoh tanahnya, dan dianalisis untuk menentukan sifat-sifat tanahnya.
Data hasil analisis sifat-sifat tanah sebelumnya (tahun 1989) dibandingkan
dengan data hasil analisis sifat-sifat tanah saat ini (tahun 2008) untuk
mengetahui perubahan sifat-sifat tanah yang terjadi selama lahan dipakai untuk perkebunan
kelapa sawit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam masa pertumbuhan
kelapa sawit (20 tahun) areal lahan Histosol menyusut dari 1.870 ha pada tahun
1989 menjadi 992 ha pada tahun 2008. Ini menunjukkan bahwa 972 ha Histosol
telah berubah kelas menjadi Entisols karena penyusutan ketebalan gambut. Perubahan
kelas tanah ini terjadi diareal yang berbatasan dengan garis pantai, dimana
kedalaman gambut relatif dangkal (Prawito, 2009).
Interpretasi citra satelit
landsat-TM dengan menggunakan pendugaan citra transformasi, dapat
mengidentifikasi kelebahan tanah dengan tingkat akurasi 57,14% dan untuk
tekstur tanah sebesar 42,85%. Karakteristik lahan pada sub-DAS Cikapundung Huli
dikategorikan cukup sesusai (S2) untuk pengembangan tanaman kina dengan luasan
area sebesar 68,69% ha (Suriadikusumah dan Pratama, 2010). Inokulasi mikrobia
pelarut fosfat dan azotobacter tidak menunjukkan adanya interaksi yang nyata
terhadap variabel tinggi tanaman, berat kering tanaman, sarapan N dan P dan
berat total biji kedelai. Interaksi secara nyata terhadap pada variabel ketersediaan
N dan P tanah dan berat 100 biji kedelai. Perlakuan Inokulasi mikrobia pelarut
fosfat 15 mL inokulan tanaman1 dan azotobacter 6,75 x 106
sel inokulasi tanaman1 dapat meningkatkan ketersediaan N dan P
masing-masing sebesar 14,49% dan 62,21%. Sedangkan peningkatan bobot 100 biji
kedelai tertinggi sebesar 22,90% dicapai pada Inokulasi mikrobia pelarut fosfat
5 mL inokulasi tanaman azotobacter 6,75 x 106 sel
inokulasi tanaman ( Hasanudin, 2002).
Kandungah mineral pada lahan bekas
tambang nikel menunjukkan variasi yang cukup signifikan. Kondisi pH tanah yang
masam, kandungan Ni(II) dan mineral ikutan lainnya yang berada pada golongan
yang sama dengan Ni(II) masih menunjukkan konsentrasi yang tinggi dalam artian
apabila lahan tersebut dikembangkan untuk pertanian maka akan menjadi faktor
pembatas dan kemungkinan menjadi hambatan dalam proses berproduksi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji hubungan bahan organik,bakteri pelarut fosfat dan
bakteri pereduksi logam dalam merehabilitasi lahan bekas penambangan nikel PT
Inco Sorowako, dilaksanakan pada Agustus 2011 - April 2012 di Akademi Teknik
Industri Makassar dan Universitas hasanuddin. Rancangan percobaan yang
digunakan yaitu Rancangan Petak-Petak Terpisah. Bahan organik sebagai petak
utama, bakteri pelarut fospat sebagai anak petak dan bakteri pereduksi logam
sebagai anak-anak petak. Bahan organik 400 g/polybag (19 ton/ha), Bacillus
megaterium 2x106 sel/ml dengan dosis 20 ml/tanaman dan Pseudomonas
aeruginosa 2x106 sel/ml, mampu meningkatkan fospat tersedia 42,355%,
mengurangi konsentrasi Ni(II) 25,83%,meningkatkan pH tanah 4,19 menjadi 7,5
(44,13%) dan memberikan peningkatan berat biji tanaman sebesar 100% (
Sariwahyuni, 2012).
Pemanfaatan lahan pasir pantai Samas
untuk pertanian telah dimulai sejak tahun 1986 dan terus
mengalami perluasan.
Perlakuan utama yang
diterapkan untuk memperbaiki sifat tanah di lahan tersebut adalah penambahan
tanah lempung dan pupuk kandang dengan dosis sesuai anjuran berdasarkan
penelitian terdahulu (Partoyo, 2005). Sumberdaya
alam (lahan) menjadi salah satu tumpuan. Hasil kejenuhan basa (KB) tanah masuk
kelas tinggi hingga sangat tinggi yang berarti tanah masih kaya unsur basah,
namun dengan rasio Ca/Mg/K yang tidak ideal. Kandungan Ca (Kalsium) rendah
hingga sangat tinggi, Mg (Magnesium) termasuk dalam kelas rendah hingga tinggi.
Sedangkan unsur K (Kalium) dan Na (Natrium) berada di kelas sangat rendah
hingga rendah. Rendahnya unsur K harus menjadi perhatian utama karena unsur ini
meruakan hara esensial yang diperlukan dalam jumlah oleh banyak tanaman.
Sedangkan unsur kandungan Na justru menguntungkan meskipun kadang fungsinya
pada tanaman tertentu dapat menggantikan peran K atau meningkatkan ketersediaan
kalium (Supriyadi, 2009).
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Pengujian tanah
Mollisol
NO
|
NAMA
|
VOLUME
|
SATUAN
|
1
|
Tanah mollisol
basah
|
543,5
|
Gr
|
2
|
Tanah mollisol
kering
|
517,5
|
Gr
|
3
|
Oplong susu
|
38,5
|
Gr
|
Tabel perbadingan antara tanah basah dan tanah kering
mollisol, diketahui berat basah tanah mollisol seberat 543,5 gr sedangkan berat
kering setelah dilakukan pengeringan selama 1 minggu menjadi 517,5. Dapat
diketahui bahwa penyusutan volume tanah sebesar 26 gr.
3.2 Pembahasan
Penelitian yang kami lakukan mengenai tanah mollisol
mempunyai berat basah sebesar 543,5gr dan setelah kami keringkan selama 7 Hari
menggunakan media sinar matahari dan kami lakukan penegerikan tahap akhir
menggunakan media pemanasan dalam tungku kompor mengalami penurunan sebesar 26
gr, sehingga tanah mollisol memiliki berat kering sebanyak 517,5 gr. Tanah
Mollisol biasanya ditemukan didaerah bukit kapur, dapat ditemukan pada
kedalaman 18cm diatas permukaan tanah.
Tanah Mollisol cocok ditanami tanaman sejenis Trembesi, Sengon,
Kelapa sawit dan sejenis tanaman yang bersifat tahunan. Tanah ini tidak cocok
untuk ditanami tanaman semusim karena tidak mempunyai unsur hara yang sangat
banyak dan tanah ini teksturnya padas sehingga petani jarang menggunakan tanah
mollisol. Pengukuran tanah ini menggunakan timbangan digital dan omplong susu
untuk wadah tanah tersebut.
Konversi
lahan gambut ke lahan pertanian khususnya perkebunan seperti Kelapa Sawit terus
berlangsung. Segera setelah lahan gambut dibuka, lahan akan mengalami
penyusutan (subsidence) yang pada akhirnya akan berakibat pada perubahan
kelas dalam klasifikasi tanah. Penelitian ini telah dilakukan di Perkebunan
Kelapa Sawit PT Agromuko, Muko muko, Bengkulu dari bulan Agustus – Desember
2008. Delapan profil dan 85 lubang bor didiskripsi, diambil contoh tanahnya,
dan dianalisis untuk menentukan sifat-sifat tanahnya. Data hasil analisis
sifat-sifat tanah sebelumnya (tahun 1989) dibandingkan dengan data hasil
analisis sifat-sifat tanah saat ini (tahun 2008) untuk mengetahui perubahan
sifat-sifat tanah yang terjadi selama lahan dipakai untuk perkebunan kelapa
sawit (Prawito, 2009).
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Tanah basah mollisol yang kami timbang mempunyai berat 543,5 gram dan warna
agak putih kesoklatan karena tanah ini merupakan tanah kapur sehingga tanah
tersebut unsur haranya sedikit. Tanah kering mollisol mempunyai berat 517,5
gram dan warna berubah agak kecoklatan disebabkan oleh proses penyangraian.
Setruktur tanah mollisol ini merupakan tanah padas. Tanah yang termasuk Mollisol
merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam
(gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%.
Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis
yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk
tanah Chernozem, Brunize4m, Rendzina, dll.
4.1 Saran
Seharusnya penelitian dilakukan secara detail dan
peneliti menguasai tentang materi yang di laporkan, agar peneliti dapat
menguasai tentang materi sebaiknya sebelum melakukan penelitian di berikan buku
tinjauan.
DAFTAR PUSTAKA
Partoyo. 2005.
Analisis indeks kualitas tanah pertanian di lahan pasir pantai Samas Yogyakarta.
Jurnal Ilmu Pertanian. 12(2):
140-151.
Supriyadi S. 2009.
Status unsur-unsur basa (Ca2+, Mg2+, K+, and
Na+) di lahan kering Madura. Jurnah
Agrovigor. 2(1): 35-41.
Hasanudin.
2002. Peningkatan kesuburan tanah dan hasil kedelai akibat inokulasi mikrobia
pelarut fosfat azotobacter pada ultisol. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 4(2):
97-103.
Prawit P.
2009. Dampak penyusutan gembut terhadap taxok tanah di perkebunan kelapa sawit
di Bengkulu. Jurnal Akta Agrosia.
12(1): 28-34.
Sariwahyuni. 2012.
Rehabilitasi lahan bekas tambang PT. Incosorowako dengan bahan organik, bakteri
pelarut fosfat dan bakteri pereduksi nikel. Jurnal
Riset Industri. 6(2):
149-155.
Suriadikusumah A,
Pratama A. 2010. Penetapan kelembaban, tekstur tanah dan kesesuaian lahan untuk
tanaman kina (Chinchona spp.) di sub Das Cikapudung hulu melalui citra satelit
landsat-TM image. Jurnal Agrikultura.
21(1): 85-92.
LAMPIRAN
Gambar
1. Tanah Mollisol Basah
Gambar 2. Tanah Mollisol Kering